Jumat, 03 Mei 2013

JIKA TERJANGKITI SINDROM PRA NIKAH, KARENA FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL.




I. MENGIKHLASKAN NIAT

Niat
merupakan titik awal
dilakukannya suatu perbuatan.

Lurus
atau tidaknya
niat pada fase awal pernikahan
sangat berpengaruh pada kokoh
atau tidaknya bangunan rumah tangga.

.

Bangunan pernikahan tipe “SAMARA”

perlu pondasi niat lurus yang kokoh,

pilar-pilar keikhlasan
agar selalu tegar dan tegak berdiri,

tembok dari ketakwaan
yang dapat membentenginya dari serbuan hawa nafsu,

dan
puncak atap yang tersusun dari keinginan bertemu wajah-NYA di surga Al-Firdaus Al-A’la.

.

Dengan
memahami
hakikat inti pernikahan,
tiap individu hendaknya mencoba bertanya
pada diri sendiri, kemudian menjawab dengan hati nurani,

.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
❶. Apa sebenarnya tujuan pokok saya menikah ?
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Apa hanya semata – mata
memuaskan hasrat kodrati yang manusiawi ?
atau
melaksanakan sunnah ?
atau
dalam rangka menjaga kemaluan dan pandangan…
atau
dibumbui beragam tendensi duniawi lainnya ?

.
Tentunya
akan didapat
berbagai macam
versi jawaban sesuai dengan individu itu sendiri,
namun
jawaban yang paling hakiki
akan bermuara pada satu kalimat pungkasan

“menggapai Ridha-ILAHI sebagai salah satu usaha menuju kenikmatan surgawi nan abadi, melalui ikatan pernikahan yang suci”.

.
Pada
jawaban ini
terkandung manifestasi
dari tujuan diciptakannya manusia di muka bumi,
yakni
untuk beribadah kepada-NYA.

Oleh
karena itu,
dalam pelaksanaan
segala amalan yang kita kerjakan
tentulah akan berpulang pada tujuan awal ini.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan AKU tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-KU.” ___ (Qs. Adz-Dzariat - 56)

.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
❷. Apakah langkah yang harus saya tempuh untuk meraih tujuan yang paling tinggi dari pernikahan itu sendiri ?
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Apa
harus benar – benar
mendapat pasangan yang kaya terlebih dahulu,
atau
yang semata karena punya keelokan rupa,
atau
dari keluarga berada..atau..dan atau..

Andai seseorang
berlomba-lomba menetapkan kriteria tinggi
guna kepentingan ukhrawi tidaklah mengapa,

namun
jika berlomba-lomba
kriteria duniawi yang tinggi…
maka itulah sumber awal masalahnya.

.
Saudaraku,
apa karena istri anda kurang cantik,
atau tidak sempurna dalam pandangan anda…
lantas anda menelantarkan dan ingin meninggalkannya
karena sukar mencintainya ?

.
Saudariku…
apakah karena suami anda
kurang kaya dan punya beragam cela…
maka anda sulit menghargainya ?

Lalu untuk apa sebenarnya cita-cita klimaks
dan
tujuan inti anda menikah
ya Akhi alhabib dan Ukhti alhabibah ?

Yakni
untuk bertemu wajah-NYA di surga,
karena kita berharap surga menjadi tempat hunian
yang kekal setelah kematian kita.


II. MEMPERSIAPKAN DIRI DENGAN ILMU
══════════════════════════════

.
Ketika sauh bahtera dua jiwa diangkat,

bahtera pun mulai berlayar
dari dermaga cinta mengarungi samudera
rumah tangga menuju tempat akhir yang penuh bahagia.

Dalam
perjalanan jauh
yang harus ditempuh bahtera,
pasti seringkali dijumpai berbagai rintangan problematika

yang datang silih berganti,

sehingga diperlukan
bekal ilmu yang cukup
untuk menghadapi problematika ini.

.

Ada banyak disiplin ilmu
sebelum nikah yang harus dipelajari.

.
Maka
pelajarilah ilmu wajib
yang memang harus dikuasai
masing-masing individu
(seperti tauhid dan fiqh amal sehari-hari)
dan ilmu yang paling urgent dipelajari terlebih dahulu
untuk masuk ke gerbang pernikahan.

.
Adapun
disiplin ilmu yang lain
dapat dipelajari seiring waktu berjalan, Insya ALLAH.

.
Artinya,
tiap individu
menetapkan skala prioritas
tentang apa sajakah ilmu yang mendesak
untuk dipelajari terlebih dahulu sehubungan
dengan kondisinya yang akan menapaki tangga pelaminan.

.
Contoh ilmu yang urgent dipelajari sebelum pernikahan,

belajar tentang
bagaimanakah tata cara pernikahan yang syar’i
dan seluk beluk hukum pernikahan
beserta adab malam pertama,
mempelajari hak dan kewajiban suami istri
beserta pernak – perniknya, dsb.

Baik
juga kiranya
untuk berdiskusi
dan menimba ilmu rumah tangga
dari berbagai pihak
yang sudah makan banyak asam garam
dalam mengayuh biduk rumah tangga.


III. MEMPERSIAPKAN MENTAL
═════════════════════

.
Hidup ini
sebagaimana
digambarkan dalam
sebuah adage (peribahasa) lama yang berbunyi :

“Hidup bukanlah sebagaimana ranjang yang bertabur bunga mawar.” __ ( Latha’if Al-Ma’arif) __

.

Begitu juga
dengan pernikahan yang dijalani pasutri.

Artinya,
pernikahan tidak hanya
bertabur dengan keindahan dan romantika cinta saja.
.
Akan
jauh lebih baik
jika tiap diri tidak berlarut-larut
dalam lamunan semu romantisme pernikahan belaka.
.
Wajar
jika akan ada
saat suka dan bahagia datang menyapa,
dan akan tiba pula saat duka nestapa melanda.

.

Jikalau
goncangan
demi goncangan
hanya dihadapi dengan keluhan,
sikap lemah, dan jiwa yang rapuh…
bukan solusi yang akan didapat,

namun
malah petaka yang kian mendekat.

Maka dari itu,
sedari dini persiapkanlah diri
untuk bersikap tegar, teguh, tabah
dan berpikirlah “dewasa”yang dilandasi
dengan ilmu agama
,
ketika
badai ujian
menerpa bahtera rumah tangga,
meskipun terkadang hantaman realita
begitu membuat jiwa terasa menderita

IV. MEMPERSIAPKAN DIRI DENGAN ILMU
══════════════════════════════

.
Ketika sauh bahtera dua jiwa diangkat,

bahtera pun mulai berlayar
dari dermaga cinta mengarungi samudera
rumah tangga menuju tempat akhir yang penuh bahagia.

Dalam
perjalanan jauh
yang harus ditempuh bahtera,
pasti seringkali dijumpai berbagai rintangan problematika

yang datang silih berganti,

sehingga diperlukan
bekal ilmu yang cukup
untuk menghadapi problematika ini.

.

Ada banyak disiplin ilmu
sebelum nikah yang harus dipelajari.

.
Maka
pelajarilah ilmu wajib
yang memang harus dikuasai
masing-masing individu
(seperti tauhid dan fiqh amal sehari-hari)
dan ilmu yang paling urgent dipelajari terlebih dahulu
untuk masuk ke gerbang pernikahan.

.
Adapun
disiplin ilmu yang lain
dapat dipelajari seiring waktu berjalan, Insya ALLAH.

.
Artinya,
tiap individu
menetapkan skala prioritas
tentang apa sajakah ilmu yang mendesak
untuk dipelajari terlebih dahulu sehubungan
dengan kondisinya yang akan menapaki tangga pelaminan.

.
Contoh ilmu yang urgent dipelajari sebelum pernikahan,

belajar tentang
bagaimanakah tata cara pernikahan yang syar’i
dan seluk beluk hukum pernikahan
beserta adab malam pertama,
mempelajari hak dan kewajiban suami istri
beserta pernak – perniknya, dsb.

Baik
juga kiranya
untuk berdiskusi
dan menimba ilmu rumah tangga
dari berbagai pihak
yang sudah makan banyak asam garam
dalam mengayuh biduk rumah tangga.



V. MEMBENAHI DIRI DALAM HAL KUALITAS KESHALIHAN
═══════════════════════════════════════════

.
Pada
dasarnya
pembenahan diri
mutlak dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Akan tetapi,
pada konteks bahasan kali ini,
pembenahan diri yang dimaksud
adalah pembenahan diri sebelum menginjak pernikahan.

Suatu contoh
wujud pembenahan diri,
--dalam rangka usaha mendapatkan pasangan idaman sesuai impian, jika mungkin yang shalih/shalihah lagi rupawan dan “hartawan”--
adalah
mengupayakan
peningkatan kualitas
keimanan dan keshalihan diri kita sendiri.

.

ALLAH - سُبحَا نَهُ وَتَعَالَى - berfirman,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…” (Qs. An–Nur: 26)

.
Sebab
ayat ini turun
berkenaan dengan bantahan
dari sisi ALLAH mengenai tuduhan dusta
atas perbuatan zina yang dilakukan
oleh ‘Aisyah dan Shafwan ibn Mu’aththal As-Sulami - رَضِيَ اللٰهُ عَنهُمَ - , yang terkenal dengan peristiwa “Al-Ifk”.

ALLAH berkehendak
untuk menyucikan dan membersihkan
tuduhan tersebut dari ‘Aisyah dan Shafwan ibn Mu’aththal As-Sulami - رَضِيَ اللٰهُ عَنهُمَ - ,

bahwa
mereka berdua
tidaklah berzina sebagaimana yang dituduhkan.

Oleh karena itu,
mayoritas ahli tafsir
menafsirkan kata Al-Khabits dan Ath-Thayyib
lebih mencakup pada baik dan buruknya perkataan.

Akan tetapi,
di dalam Kitab Zadul Masir,
ditafsirkan bahwa yang dimaksud
Al-Khabits dan Ath-Thayyib
bukan hanya mencakup orang yang memiliki kebaikan
atau keburukan dalam perkataan saja,
tapi juga mencakup sisi amal perbuatan.

والرابع; الخبيثات من الأعمال للخبيثين من الناس، والخبيثون من الناس للخبيثات من الأعمال…. وكذلك الطيبات…..

2:“….Keempat: wanita-wanita yang berbuat keji diperuntukkan bagi para lelaki yang berbuat keji, dan laki-laki yang melakukan perbuatan keji pun diperuntukkan bagi wanita-wanita yang berbuat keji pula. Begitu juga dengan wanita-wanita yang beramal baik (maka wanita-wanita yang beramal baik ini diperuntukkan bagi para lelaki yang beramal baik dan sebaliknya, --pen. )…” __ (Zadul Masir) __

.
Kadangkala
timbul persepsi
sebagian orang mengenai
kelaziman (konsekuensi) mutlak Qs. An–Nur: 26,

bahwa
jikalau kita
beranggapan bahwa
diri kita belum begitu baik,
maka jodoh kita tidak akan begitu jauh
kualitas agamanya dengan diri kita,
minimal setingkat dan semisal
dengan kita dalam level kualitas agama.

.
Di satu sisi
kita sadar diri
bahwa kita masih sangat
kurang tingkat keshalihannya,

namun
di sisi lain
kita juga menginginkan
pasangan yang kadar takwa,
keshalihan, dan ilmunya dianggap jauh lebih tinggi dari kita.

.
Berpatokan
dengan kondisi tersebut,
kita merasa tidak mungkin dan seolah-olah mustahil
untuk
mendapatkan pasangan
yang berkualitas seperti mereka…
ibarat si cebol yang merindukan bulan.

Apakah mutlak selalu demikian keadaannya ?

Kalau
memang benar
kita bisa mendapatkan
pasangan yang dianggap bermutu tinggi,
seringkali justru kita yang merasa tidak sepadan
dan kurang pantas bersanding dengan orang seperti itu,
karena terjadi ketimpangan dalam kadar keshalihan.

.

1.__

Andaikata
perkaranya berhenti
pada pilihan kata “mungkin” atau “tidak mungkin”
Al-Khabitsah mendapatkan Ath-Thayyib dan sebaliknya,

maka jawabnya adalah mungkin.

Ayat tersebut
hanya menekankan
perkara hukum yang bersifat mendasar,
yakni bersifat aghlabiyyah (sebagian besar/mayoritas) dan aulawiyyah (lebih-lebih).

Akan tetapi,
dalam ayat tersebut
tidak terkandung makna yang mutlak
bahwa
seseorang yang shalih
pasti akan mendapat pasangan
yang sekufu (sederajat) juga dalam tingkat keshalihannya.

Bisa saja
terjadi pengecualian
dari kaidah dasar tersebut
jika memang ALLAH menghendaki
dengan segala keadilan, kehendak, kuasa
dan hikmah yang ALLAH miliki.

..

2.__ __

Subhanallah,
begitu mengherankan
tatkala mendapati orang yang perasaannya
“menolak” dengan halus datangnya kebaikan
bagi dirinya lewat perantara keshalihan pasangan.

Manusia
memang diberi
perasaan tingkat tinggi
untuk melengkapi kinerja akal,
sehubungan dengan kedudukannya
sebagai khalifah di muka bumi.

Akan tetapi,
bukan hal yang baik dan bijak
jika tiap kejadian hanya dipahami
dan dihukumi melalui perspektif perasaan saja.

Duhai jiwa,
sesungguhnya ALLAH
memberi petunjuk
pada siapapun yang DIA kehendaki,
dan lewat jalan yang DIA kehendaki pula.

Alih-alih
larut dalam
perasaan minder “tidak level“,

bukankah sebaiknya

langkah pertama_
yang kita ambil adalah bersyukur dan berbahagia ?
Tidak semua orang bisa mendapat anugrah seperti itu, kita justru yang sudah meraihnya malah menyia-nyiakannya.

Langkah kedua,__
buka pikiran positif
dan cerna baik-baik hikmah
yang terkandung dalam peristiwa itu,

karena
mungkin ALLAH
berkehendak membuat diri kita
yang sekarang jauh lebih baik dari kita yang dahulu
melalui perantara pasangan kita.

Maka
bergegaslah
untuk menyongsong anugrah tersebut
dan segeralah menyamakan level !

Bukan hanya
untuk mendapatkan pengakuan manusia
karena malu tidak se-level,
namun karena mengharap bertemu wajah-NYA di surga
(merubah diri yang didasari ikhlas karena ALLAH semata, bukan karena mendahulukan ridha manusia).

VI. MELENGKAPI BEKAL YANG LAIN SEBELUM MENIKAH
═══════════════════════════════════

Ketika kita
mendengar kalimat
“perbanyaklah bekal sebelum menikah”,

mungkin yang akan
terbayang di benak kita
adalah bekal berupa pundi-pundi harta.

Ini
bukanlah
bekal tambahan hakiki
untuk menghadapi pernikahan,
meskipun tidak bisa dielakkan bahwa materi itu
juga penting sebagai salah satu bekal dasar menuju pernikahan.

Manakala
ilmu tentang
kehidupan rumah tangga
sudah dipelajari sebagai bekal,
maka bekal lain yang sangat penting
dimiliki oleh calon pasangan pengantin
adalah bekal ketakwaan.

Bekal ketakwaan ini
bukan saja khusus ditujukan
bagi yang sedang mempersiapkan mahligai rumah tangga,

namun
memang harus
dimiliki oleh setiap muslim
dan muslimah siapapun dia,
kapanpun jua, dan di manapun ia berada.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada ALLAH dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya ALLAH memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati ALLAH dan Rasul-NYA, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” __(Qs. Al-Ahzab 70-71)__

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“…Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya ALLAH mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-KU, wahai orang-orang yang berakal.” __(Qs. Al-Baqarah 197)__

.

Telah
disinggung
di ulasan sebelumnya,
bahwa bangunan pernikahan
bertipe “SAMARA” (Sakinah, Mawaddah wa Rahmah)
memerlukan dinding kokoh
dari ketakwaan yang dapat membentengi hati
dari serbuan hawa nafsu.

Dengan
adanya ketakwaan inilah,
masing-masing pasangan akan berusaha
mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya tentang hak,
kewajiban, dan bagaimana adab berinteraksi dengan pasangan.

Ketakwaan ini pulalah
yang sanggup mengendalikan diri
dari hawa nafsu yang buruk,
yang bisa menghancurkan diri,
rumah tangga,
bahkan agama.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=468203799910762&id=100001634392472&p=0&refid=52

1 komentar:

  1. makasih. tulisan dan dasar2nya sangat membantu. semoga engkau selalu di berikan ilmu yang lebih untuk orang orang yang butuh. amin

    BalasHapus